Anang Iskandar Mantan Kepala BNN dan Bareskrim Polri, Ia Bicara Hakim Kena Narkoba
Biasa menyidangkan kasus narkoba, dua hakim Pengadilan Negeri (PN) Rangkasbitung, Banten justru mempermalukan diri, keluarga dan institusi mereka setelah ditangkap aparat Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Banten atas dugaan penyalahgunaan benda haram itu.
Kedua hakim ditangkap dengan barang bukti yang disita sabu-sabu seberat 20,634 gram. YR dan DA dijerat Pasal 114 dan Pasal 112 ayat (2) JO Pasal 132 ayat (1) UU RU No 35 Tahun 2009 tentang narkotika.
Selain itu juga Pasal 112 ayat (2) dan Pasal 127 ayat (1) huruf (a) JO Pasal 132 ayat (1) UU RI No 35 tahun 2009 tentang narkotika.
“Kami mengapresiasi BNNP Banten yang menangkap tiga ASN, yang dua diantaranya adalah hakim di PN Rangkasbitung,” kata Anang Iskandar, yang kemudian menyebut narkoba menyasar siapa saja, para korbannya berbagai strata sosial mulai pelajar, mahasiswa, masyarakat hingga aparatur sipil negara (ASN).
Ahli hukum narkotika mantan KA BNN ini malah menulis kolom di Hariankami.com tentang UU narkotika adalah UU super khusus, MA wajib menghukum rehabilitasi penyalah guna.
Untuk jelasnya, berikut petikan wawancara dengan Anang Iskandar dengan S.S Budi Raharjo MM, jurnalis yang juga seorang aktivis anti narkoba.

Anda menyebut, tertangkapnya hakim YR dan DA cs semoga menjadi momentum bagi hakim lingkungan MA untuk menerapkan hukuman rehabilitasi?
Ya, agar tak terjadi kekeliruan dalam menerapkan pasal UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika yang bersifat super khusus.
Anda mengkritik, ketidakcermatan proses peradilan perkara penyalahgunaan narkotika menyebabkan penyalah guna dijatuhi hukuman penjara?
Benar, karena selama ini proses pengadilan perkara narkotika, selalu menggunakan dakwaan secara berlapis secara komulatif atau subsidiaritas, artinya penyalah guna didakwa sebagai pengedar dan penyalah guna, padahal terbukti secara sah dan menyakinkan hanya sebagai penyalah guna melanggar pasal 127/1 tetapi hakim menjatuhkan hukuman penjara.
Hukuman penjara yang dijatuhkan hakim ini bertentangan dengan tujuan penegakan hukum (pasal 4 cd). Ini saya kritik sejak saya jadi KA BNN
Kalau dicermati perkara penyalah guna termasuk perkara hakim YR dan DA cs , perkara yang dialami Nia Rahmadani cs adalah perkara penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri.
Bila pelaku perkara penyalahgunaan narkotika tersebut divisum et repertum atau diassesmen secara benar maka dapat dipastikan bahwa mereka adalah pecandu (penyalah guna dalam keadaan ketergantungan) yang secara hakim wajib menggunakan kewenangan pasal 103.
Bagaimana jika di mereka ditemukan bukti lain atau dapat dibuktikan kalau mereka terlibat sebagai pengedar atau menjadi anggota sindikat peredaran gelap narkotika?
Kalau penyidik atau penuntut umum bisa membuktikan dalam dakwaannya bahwa YR dan DA cs sebagai pengedar. Misalnya mendapatkan bukti bahwa YR dan DA cs mendapatkan keuntungan dari bisnis narkotika atau menjadi anggota sindikat narkotika. Maka, YR dan DA cs dapat diproses dengan dakwaan pidana berlapis dan dijatuhi hukuman secara komulatif, baik hukuman rehabilitasi maupun hukuman penjara.

Jadi, hukumannya bukan penjara saja tapi juga hukuman rehabilitasi agar sembuh?
Tetapi bila tidak ditemukan bukti bahwa YR dan DA cs tidak mendapatkan keuntungan atau rencana keuntungan atau bukti bahwa YR dan DA adalah anggota sindikat narkotika maka YR dan DA cs hanya sebagai pecandu, dalam mengadili perkara yang terdakwanya pecandu maka hakim wajib menjatuhkan hukuman rehabilitasi.
Artinya, hukuman penjara "tidak berlaku bagi pelaku penyalahgunaan narkotika"?
Iya benar, mestinya Nia Rahmadani cs, Rhido Rhoma yang terbukti sebagai penyalah guna bagi diri sendiri (pasal 127/1), hukumannya menjalani rehabilitasi, hukuman penjara tidak berlaku bagi pelaku kejahatan narkotika yang terbukti secara sah sebagai penyalah guna bagi diri sendiri.
Kenapa?
Karena secara khusus UU narkotika mengatur kewajiban hakim (pasal 127/2) harus menjatuhkan hukuman rehabilitasi berdasarkan kewenangan pasal 103/1 yang diberikan kepada hakim.
Ketidakcermatan proses peradilan dan penjatuhan hukuman perkara narkotika yang pelakunya terbukti sebagai penyalah guna bagi diri sendiri dengan hukuman penjara, jumlahnya mendominasi perkara pidana di pengadilan.