Perang Bintang di Polri berawal dari kejatuhan Sambo, Benarkah Ada Pesan TM untuk Kapolri?

- Jumat, 14 April 2023 | 21:54 WIB
 
HARIANKAMI.com -- Banyak pihak meyakini bahwa perang bintang di Polri berawal dari kejatuhan Sambo.
 
Genderang perang nyaris serempak ditabuh sejak kemunculan bagan-bagan konsorsium judi yang dibekingi aparat kepolisian. Berbagai skema itu beredar dalam waktu berdekatan di media sosial pada Agustus lalu.
 
Bagan pertama yang tersebar di medsos adalah “Kaisar Sambo dan Konsorsium 303” yang memuat dugaan keterlibatan Ferdy dalam sindikat judi online.
 
Kelompok Sambo yang “diserang” kemudian membalas dengan mengeluarkan bagan aliran duit judi online, narkoba Medan, serta tambang ilegal yang memuat nama salah satu jenderal bintang tiga Polri.
 
Terkait bagan-bagan judi online yang mencantumkan nama-nama pejabat tinggi Polri tersebut, Kapolri pada 24 Agustus berjanji untuk mendalaminya.
 
Sebulan kemudian, ia membentuk tim gabungan Polri bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk melakukan pengusutan.
 
Seorang sumber mengatakan, bagan-bagan tersebut membuat Kapolri mengetahui siapa kawan dan lawan dari faksi-faksi di tubuh institusi yang ia pimpin.
 
Sementara itu, sumber yang enggan disebut namanya mengatakan, terdapat 3–6 faksi di Polri. Dari faksi-faksi itu, tiga merupakan faksi besar.
 
Tiga sumber menyatakan bahwa ada dua faksi utama yang hendak menggoyang posisi Kapolri.

Nota pembelaan atau pledoi Teddy Minahasa (TM) yang disampaikan dalam persidangan Kamis (13/4/2023) siang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, secara gamblang menunjukkan adanya perang bintang di tubuh Polri.

Demikian ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel mencermati pledoi Teddy usai dituntut hukuman mati dalam kasus peredaran narkoba jenis sabu.

"Dugaan tentang ini pun sudah saya kemukakan sejak Oktober tahun lalu, jauh sebelum persidangan dimulai," ujar Reza dalam keterangannya, Kamis (13/4).

Perang bintang semacam ini, menurut Reza, sangat berbahaya karena saling mangsa antaranggota kepolisian.

"Keberadaan klik (clique) atau subgrup di internal kepolisian sudah cukup banyak dikaji. Jika antarklik itu saling berkompetisi secara konstruktif, maka ini berdampak positif bagi masyarakat," kata Reza.

Positifnya pertama, publik bisa teryakinkan bahwa posisi-posisi penting di lembaga kepolisian memang diisi oleh SDM terbaik.

Dan kedua, strategic model dalam penegakan hukum. Yaitu polisi-polisi akan berlomba melakukan penegakan hukum bukan demi kepastian, kemanfaatan, apalagi kepastian hukum, melainkan untuk memperoleh credit point.

"Apa pun motif para polisi itu, pastinya khalayak luas akan lebih terlindungi. Terlindungi oleh para personel polisi yang gila kerja demi pangkat dan jabatan, saya pandang sah-sah saja," sambungnya.

Sebaliknya, lanjut Reza, sangat mengerikan kalau antar klik polisi saling bersaing dengan cara destruktif bahkan sabotase satu sama lain. Hal ini jelas berbahaya karena memperlihatkan praktik pemangsaan dalam organisasi yang berkultur toxic.

"Apabila antar-subgrup di dalam tubuh kepolisian itu bersaing dengan cara destruktif, maka hal tersebut bisa merusak kohesivitas organisasi kepolisian. Dan kalau institusi kepolisian sudah pecah belah, maka publik yang merasakan mudaratnya," ujar Reza yang juga bekerja sebagai peneliti pada ASA Indonesia Institute.

Lebih-lebih, kalau sesama klik dan personel polisi saja bisa terjadi kriminalisasi, maka betapa rentannya masyarakat mengalami malapetaka serupa.

Di samping dengan alasan mengurangi pesaing dalam berkarir, ia menjelaskan sabotase antarklik di internal kepolisian juga dapat dapat dilakukan untuk melindungi oknum.

Artinya, polisi-polisi baik dijungkal sedemikian rupa agar polisi-polisi yang nakal tetap leluasa melakukan pidana. Baik pidana secara individual maupun dalam bentuk sindikasi bersama pihak eksternal kepolisian

"Nah, kembali ke pledoi TM. Dengan adanya indikasi perang bintang di balik kasus TM, sangat patut jika Mabes Polri mendalami informasi-informasi sensitif yang disampaikan TM," jelas dia.

Secara kebetulan, ia menilai ada kemiripan antara spekulasi dikemukakannya dengan isi pledoi Teddy.

Halaman:

Editor: Redaksi Kami

Artikel Terkait

Terkini

X