Anang Iskandar: Kecelakaan Legislasi Dalam Pembuatan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika (bag 2)

- Senin, 13 Februari 2023 | 07:43 WIB
  • Kecelakaan Legislasi Dalam Pembuatan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika (bag 2)

Oleh Dr Anang Iskandar, SIK, SH, MH. Ahli hukum narkotika, Dosen Universitas Trisakti, mantan KA BNN.

 

Kecelakaan legislasi dalam pembuatan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika, mengakibatkan lebih dari 200 terpidana mati perkara narkotika terkendala eksekusinya, ada yang sudah di atas 10 tahun bahkan ada yang diatas 20 tahun belum dieksekusi.

Pelaksanaan eksekusi terpidana mati terkendala karena terjadi konflik hukum Internasional dan hukum narkotika yang berlaku di Indonesia.

Akibat konflik hukum tersebut, setiap mengeksekusi terpidana mati warga negara asing mendapat perlawanan hukum dari negara lain yang berkepentingan.

Karena Indonesia dianggap tidak konsekwen, dimana Pemerintah dan DPR mengadopsi Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta protokol yang merubahnya menjadi UU no 8 tahun 1976 tetapi dalam membentuk UU narkotika tidak diimplementasikan.

Berdasarkan UU no 8 tahun 1976 tentang pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 protokol yang merubahnya, bentuk hukuman bagi pelaku kejahatan narkotika berupa hukuman badan / pengekangan kebebasan /pemenjaraan dan perampasan aset hasil kejahatannya.

Khusus terhadap kejahatan penyalahgunaan narkotika, pelakunya (penyalah guna) diberikan alternatif hukuman atau hukuman pengganti berupa rehabilitasi.

Pemerintah dan DPR dalam membuat UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika memberlakukan pidana mati.

Konvensi Internasionalnya.

Dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta protokol yang mengubahnya menyatakan bahwa bentuk hukuman bagi pelaku kejahatan peredaran gelap narkotika disepakati berupa hukuman badan /pengekangan kebebasan /pemenjaraan dan perampasan aset hasil kejahatan dengan pembuktian terbalik di pengadilan.

Khusus bagi penyalah guna narkotika bentuk hukumannya disepakati diberikan hukuman aternatif/pengganti berupa menjalani rehabilitasi agar sembuh dan pulih dari sakit ketergantungan narkotika yang dideritanya.

Kejahatan peredaran gelap narkotika juga disepakati sebagai kejahatan trans nasional, diperlukan kerjasama internasional dalam proses penegakan hukum dalam menanggulangi masalah narkotika tanpa harus mewajibkan melalui jalur diplomatik.

Sedangkan terhadap penyalah guna narkotika, disepakati sebagai urusan domistik masing masing negara dengan penekanan pentingnya rehabilitasi bagi penyalah guna narkotika, dan bila melanggar hukum maka sanksinya berupa sanksi pengganti yaitu rehabilitasi.

Sanksi dalam UU narkotika.

Halaman:

Editor: Redaksi Kami

Terkini

X