Berikut dokumentasi Majalah MATRA saat wawancara K.H Abdurrahman Wahid, Presiden Indonesia ke-4. Masa jabatan 20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001.
Gus Dur kelahiran 7 September 1940, yang meninggal pada 30 Desember 2009 (umur 69).
Edisi MATRA Maret 1992 (Wawancara ABDURRAHMAN WAHID): "SAYA INI MAKELAR AKHIRAT."

Tentang Pemilu, Apel 2 Juta Umat, dan Suksesi
Oleh banyak orang ia dipandang sebagai pendekar demokrasi. Gagasan-gagasannya terkadang kontroversial. Tindakan dan ucapannya dicap nyeleneh. Mungkin karena itu, bahkan ada yang menyebut pria berkacamata minus 15 ini ndablek.
“Apa iya saya ini ndablek? Yang saya katakan itu sebagian besar adalah kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Isi hati dan kemauan mayoritas umat yang selama ini tak terucapkan,” ungkap Abdurrahman Wahid.
"Sebagian lagi adalah salah kutip dari pers kita," lontarnya terkekeh.
Cuek, ramah, terbuka, terkadang hati-hati, dan sedikit urakan.
Itulah kesan yang timbul silih berganti dari pribadi penikmat getol sepakbola ini selama tiga hari dikuntit Muchlis Dj Tolomundu dari wartawan dari MATRA.
Perbincangan kami berlangsung di sela-sela tugasnya melayani ummat dalam perjalanan ke Jawa Timur dan Jawa Tengah, dua daerah basis massa NU.
Selama perjalanan mencuat sifatnya yang sangat menonjol dan tertanam kuat: toleransi dan pengertiannya pada orang dan pihak lain serta penghargaan dan sikap hormatnya pada orang yang lebih tua usianya.
Maka, bukan sesuatu yang ganjil baginya untuk mencium tangan para kiai—bahkan yang bersilang pendapat dengannya sekalipun. Bukan pula sesuatu yang aneh kalau ia menarik tangannya—dengan agak sedikit kasar—ketika orang yang menyalaminya hendak mencium.
Mengaku hanya "berbuat yang biasa-biasa saja" bagi Nahdlatul Ulama (NU). Namun, masa depan organisasi Islam yang didirikan oleh kakeknya itu banyak digantungkan kepadanya.