Prajurit TNI Persoalkan Batas Usia Pensiun: Menelusuri Kontroversi dan Implikasinya
Mahkamah Konstitusi (MK) memasuki babak pengujian materiil dalam kasus yang mungkin akan memengaruhi banyak prajurit TNI.
Sidang pengujian ini berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) terhadap UUD 1945.
Salah satu poin sentral dalam sidang adalah persoalan batas usia pensiun prajurit TNI.
Permohonan kasus ini, yang diajukan dengan Nomor 97/PUU-XXI/2023, mewakili sejumlah prajurit aktif dan purnawirawan TNI.
Mereka, melalui kuasa hukum mereka, menguji Pasal 53 UU TNI, yang menentukan batas usia pensiun bagi prajurit TNI, yaitu paling tinggi 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama.
Dalam sidang ini, kuasa hukum para pemohon mengklaim bahwa ketentuan ini mengakibatkan kerugian konstitusional bagi prajurit TNI, baik secara langsung maupun potensial.
Mereka menyatakan bahwa hal ini tidak memberikan kepastian hukum yang adil, seperti yang dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Ketidaksesuaian dengan Usia Produktif
Viktor Santoso Tandiasa, kuasa hukum para pemohon, menjelaskan bahwa batas usia pensiun yang ditetapkan oleh UU TNI tidak sesuai dengan usia produktif di Indonesia.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, usia produktif di Indonesia berkisar antara 15 hingga 64 tahun.
Data terbaru BPS juga menunjukkan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada tahun 2022, mencapai 72,91, dan Umur Harapan Hidup Saat Lahir (UHH) mencapai 71,85. Hal ini menunjukkan bahwa usia produktif manusia Indonesia semakin panjang.
Namun, batas usia pensiun prajurit TNI masih berada di usia 58 tahun, sementara batas usia pensiun di banyak negara di dunia umumnya mencapai 60 tahun.
Viktor Tandiasa juga menunjukkan bahwa berbagai profesi abdi negara lainnya di Indonesia, seperti Polri, ASN, Jaksa, Guru/Dosen, dan Hakim, memiliki batas usia pensiun yang lebih tinggi, bahkan mencapai 60 hingga 70 tahun. Hal ini, menurut mereka, menciptakan ketidakadilan.