- Catatan: S.S Budi Raharjo, Ketua Umum Asosiasi Media Digital Indonesia
Kehidupan harus terus berjalan. Mulai banyak yang bertanya. Maka, ini adalah sharing ilmu. Di saat kita mulai beradaptasi dengan kebiasaan hidup baru atau disebut dengan ‘new normal life’.
Seorang teman yang bekerja di sebuah perusahaan retail mengeluh kepada saya. Sebagai Piar yang diorder, ia merasa tidak mampu menjalankan peran dengan baik, karena gawean press conference yang telah dirancang sejak dua bulan bisa dibilang gagal total.
Maksudnya gagal total adalah, dari target 50-70 wartawan yang hadir, hanya 10 media saja yang muncul dalam peluncuran produk terbaru perusahaannya itu.
Padahal, menurut pengakuan teman saya itu, ia sudah menyiapkan dengan baik segala hal yang diperlukan termasuk materi dan nara sumber yang berkompeten untuk diwawancarai oleh rekan-rekan jurnalis.
Di tengah situasi, media massa yang “bejibun” dan banyaknya media online yang “berserakan” ia harus menelan pil pahit.
Lebih dari itu, ia pun harus siap kalau prestasi kerja ia dan timnya dinilai rendah oleh atasannya.
Memang, kehadiran media dalam jumlah yang cukup banyak masih merupakan tolok ukur sukses atau tidaknya suatu press conference.
Penilaian yang wajar, karena hal ini berpengaruh terhadap eksposur atau luasnya pemberitaan. Apalagi jika hal itu menyangkut peluncuran produk atau layanan baru.
Pemberitaan yang merata oleh berbagai media, baik cetak, online maupun elektronik, diharapkan mampu menjangkau segenap konsumen atau masyarakat. Sehingga mereka bisa mengetahui berbagai kelebihan yang ditawarkan produk baru, yang dapat berujung pada peningkatan penjualan.
Namun kehadiran media yang cukup banyak, tidak menjamin juga bahwa eksposur pemberitaan akan luas. Faktanya, tak sedikit press conference yang menelan biaya besar dan dihadiri oleh banyak media, hanya memunculkan segelintir berita saja.
Semua ada kiat atau “rahasianya”
Secara umum, bisa dipaparkan di sini. Diperlukan kejelian agar media mau menghadiri “gawean” yang telah dirancang sehingga mampu memenuhi target yang telah ditetapkan.
Karena jika ditelisik, ada beberapa penyebab mengapa wartawan “emoh” datang ke press conference. Seperti tempat dan hari yang tidak pas, bentrok dengan event sejenis atau event lain yang lebih memiliki daya tarik bagi wartawan, nara sumber yang membosankan.
Jangan lupa, faktor lainnya. Jaringan “pressklar” perlu juga. Misalnya kalaupun datang, ternyata wartawan tidak menulis. Atau pun kalau menulis, materi yang diangkat tidak sesuai dengan tema yang diusung alias miss leading.
Nah, agar media yang diundang dapat hadir dan mendapatkan output maksimal melalui pemberitaan yang luas, berikut adalah beberapa poin penting menyangkut persiapan press conference.
Tentukan Hari yang Tepat
Penentuan hari untuk digelarnya press conference sesungguhnya tak terlalu sulit, umumnya disesuaikan dengan agenda dan rutinitas wartawan.
Banyak perusahaan yang memilih pada hari Rabu atau Kamis.
Ini adalah dua hari yang paling bagus karena media-media umumnya tengah on-fire memburu berita. Namun karena dianggap paling baik, konsekwensinya bisa bentrok dengan jadwal press conference yang digelar perusahaan lain bahkan oleh kompetitor.